Kematian pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah akibat serangan udara Israel pada Sabtu (28/9/2024) telah mengguncang Lebanon dan kawasan Timur Tengah. Kejadian ini mengundang reaksi dari berbagai pihak internasional, termasuk dari Paus Fransiskus.
Dalam perjalanan pulang dari Belgia, Minggu (29/9/2024), Paus Fransiskus menyatakan bahwa serangan Israel di Gaza dan Lebanon telah melampaui batas moral dan aturan perang. Walaupun tidak menyebut Israel secara langsung, Paus mengatakan bahwa “pertahanan harus selalu proporsional dengan serangan.”
“Ketika ada sesuatu yang tidak proporsional, ada kecenderungan untuk mendominasi yang melampaui moralitas,” ujarnya, dilansir Associated Press.
Nasrallah, sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh di Hizbullah selama lebih dari tiga dekade, memiliki peran besar dalam dinamika politik dan militer di Lebanon. Hizbullah, yang didukung oleh Iran, telah lama menjadi ancaman bagi Israel, dengan sejarah konfrontasi dan serangan balasan yang berkelanjutan.
Kematian Nasrallah dianggap sebagai pukulan besar bagi kelompok tersebut dan berpotensi memicu eskalasi lebih lanjut di wilayah itu.
Presiden AS, Joe Biden, menyebut serangan terhadap Nasrallah sebagai “tindakan keadilan” bagi para korban dari rezim teror yang dijalankan oleh Hizbullah. Pernyataan ini mencerminkan pandangan yang dianut oleh sebagian besar negara Barat, yang melihat Hizbullah sebagai ancaman bagi stabilitas regional.
Di sisi lain, Paus Fransiskus telah berupaya untuk menjaga keseimbangan dalam komentarnya terkait konflik yang terjadi sejak serangan Hamas pada 7 Oktober lalu ke Israel.
Ia secara konsisten menyerukan gencatan senjata segera, pembebasan para sandera yang ditahan oleh Hamas, dan agar bantuan kemanusiaan dapat sampai ke Gaza. Paus juga menyebutkan bahwa dirinya secara rutin berkomunikasi dengan paroki Katolik di Gaza untuk mengetahui keadaan mereka.
Adapun, reaksi internasional terhadap kematian Hassan Nasrallah akan sangat menentukan arah selanjutnya dalam konflik ini.
Baik Israel maupun Hizbullah, yang memiliki sejarah panjang permusuhan, mungkin akan terus meningkatkan tindakan militer mereka di tengah situasi yang semakin tegang. Apalagi, Iran, sebagai penyokong Hizbullah, telah menyatakan siap membalas dendam.