Trump is back, itulah yang diserukan oleh warga Amerika Serikat (AS) bahkan dunia. Kemenangan Donald Trump diyakini bakal berdampak besar terhadap ekonomi dan tata politik dunia.
Dunia kini menunggu Trump 2.0 atau periode pemerintahan kedua Trump di Gedung Putih. Politikus berusia 78 tahun tersebut pernah menjadi penguasa AS pada 2016-2020.
Dampak Trump 2.0 ke Asia
Dampak paling terasa di Asia kemungkinan besar akan terjadi melalui kebijakan Trump terkait perdagangan, di mana ia mengancam selama kampanye untuk mengenakan tarif 60% pada produk-produk China dan tarif universal sebesar 10% atau 20%.
Katrina Ell, direktur riset ekonomi di Moody’s Analytics, mengatakan Asia menjadi salah satu wilayah yang bisa dirugikan oleh kebijakan tarif Trump.
“Kebijakan perdagangan global Trump menimbulkan kecemasan khususnya di Asia, mengingat platform proteksionis yang kuat, di mana tarif yang lebih agresif pada impor ke AS telah dijanjikan,” tutur Ell, dikutip dari BBC.
Prospek pengurangan komitmen militer AS terhadap sekutu-sekutunya dan berkurangnya peran global AS juga akan memengaruhi ekonomi di kawasan tersebut, termasuk Taiwan dan Korea Selatan.
China kemungkinan akan tetap menjadi target utama dari setiap tindakan tarif tambahan mengingat China masih memiliki surplus perdagangan terbesar terhadap AS di antara mitra dagang AS. Lebih jauh, China terus mendominasi perkembangan teknologi-teknologi penting yang ingin AS dapatkan bagian yang lebih besar.
Meskipun China diperkirakan akan membalas setiap tindakan kebijakan perdagangan baru, China kemungkinan akan tetap menahan diri dan bersikap terukur untuk mencegah eskalasi ketegangan perdagangan lebih lanjut. Impor AS dari China mencapai titik terendah dalam 14 tahun sebesar US$427 miliar (2,4% dari PDB nominal China) pada 2023.
Pengenaan tarif sebesar 60% pada barang-barang China, jika terwujud, akan berdampak besar pada pertumbuhan China karena hal ini secara praktis akan menutup permintaan AS untuk sebagian besar impor barang-barang China.
Trump Dukung Penuh AI
Kembalinya Trump ke Gedung Putih dapat mendorong peningkatan kecerdasan buatan (AI).
Elon Musk dijadwalkan untuk mengambil peran penting di Gedung Putih, di mana ia kemungkinan akan memiliki pengaruh atas regulasi teknologi, termasuk dalam hal-hal yang terkait dengan perusahaannya Tesla, SpaceX, dan platform X (sebelumnya Twitter).
Di sisi Musk, kemungkinan akan ada sekelompok “akselerasionis” teknologi, anggota sayap kanan yang lebih libertarian di Silicon Valley, yang menginginkan inovasi berkembang tanpa hambatan dari pemerintah.
Tidak seperti kehati-hatian mereka sebelumnya selama masa jabatan pertama Trump, para raksasa teknologi dengan cepat memuji presiden terpilih atas kemenangannya.
Jeff Bezos telah mengisyaratkan perubahan posisinya dengan mengarahkan The Washington Post, yang dimilikinya, untuk tidak mendukung Kamala Harris – sebuah langkah yang secara luas ditafsirkan sebagai upaya untuk menghindari potensi gesekan dengan pemerintahan Trump.
Bos Apple Tim Cook mengirimkan ucapan selamatnya, seperti halnya Mark Cuban, seorang miliarder teknologi yang mendukung Harriss, yang mengatakan Trump memenangkan pemilihan “secara adil.”
Pemimpin tertinggi Meta Mark Zuckerberg juga mengucapkan selamat kepada Trump dan telah menghabiskan beberapa bulan terakhir, dengan hati-hati mencoba membangun kembali hubungan dengan presiden terpilih, yang sering kali mengkritik pendiri Facebook itu karena kebenciannya.
Dari segi kebijakan, para raksasa teknologi akan bersatu dalam keinginan untuk melihat kepergian Lina Khan, kepala Komisi Perdagangan Federal, yang telah menjalankan kebijakan untuk memperlambat penyebaran kerajaan teknologi mereka tanpa batas.
Sasaran awal perhatian Trump bisa jadi adalah perintah eksekutif dari Presiden Joe Biden tentang regulasi kecerdasan buatan (AI).
Perintah tersebut menetapkan standar sukarela untuk keamanan AI, menekankan perlindungan privasi, melawan bias, dan menawarkan pedoman tentang bagaimana AI dapat digunakan oleh pemerintah.
Perintah tersebut juga mendirikan Institut Keamanan AI AS (AISI), sebuah badan untuk mempelajari risiko dalam sistem AI.
Perintah tersebut dapat dirombak atau dibatalkan, dengan Trump bersimpati pada argumen bahwa inovasi tidak boleh dibatasi oleh aturan.
Kripto Melesat
Trump hampir pasti akan mempermudah mata uang kripto untuk berkembang pesat setelah para tokoh teknologi yang terkait erat dengan industri tersebut menyumbang dengan murah hati untuk kampanyenya.
Pasar kripto melonjak lebih tinggi setelah kemenangannya, dengan bitcoin mencapai titik tertinggi baru sepanjang masa di atas US$75.000.
Selama masa kepresidenannya, Trump menyebut mata uang kripto sebagai penipuan, tetapi sejak itu telah mengubah posisinya secara radikal, bahkan meluncurkan produk kripto miliknya sendiri.
The Fed Lebih Dovish
Inflasi telah mereda secara substansial, yang memungkinkan The Federal Reserve (The Fed) untuk mulai memangkas suku bunga. Namun, bank sentral mungkin akan bertindak lebih hati-hati jika kebijakan Trump memberikan tekanan lebih besar pada harga. Pantheon’s Tombs memperkirakan akan ada lebih sedikit pemangkasan suku bunga tahun depan, sebagai akibat dari terpilihnya Trump.
Selama masa jabatan pertamanya di Gedung Putih, Trump sering mendesak Fed untuk memangkas suku bunga lebih agresif, terkadang mencaci Ketua The Fed Jerome Powell.|
Usai deklarasi kemenangan Trump dalam pilpres AS 2024, Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) kembali memangkas suku bunga acuan dengan besaran 25 basis points (bps) menjadi 4,50-4,75% pada Kamis waktu AS atau Jumat dini hari waktu Indonesia.
Pemangkasan sebesar 25 bps ini adalah kali kedua yang dilakukan The Fed dalam dua pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) secara beruntun. Sebelumnya, The Fed memangkas suku bunga sebesar 50 bps pada September lalu. Dengan demikian, suku bunga The Fed sudah dipangkas 75 bps.