Rusia menghadapi kekurangan tenaga kerja yang parah akibat tingginya perekrutan militer, meningkatnya kebutuhan industri pertahanan, dan emigrasi sejak invasi ke Ukraina pada Februari 2022. Situasi ini memengaruhi berbagai sektor, mulai dari konstruksi, pertanian, hingga teknologi informasi, menurut perusahaan, pekerja, lembaga rekrutmen, dan pejabat pemerintah.
“Bus nomor tujuh tidak berjalan pagi ini,” tulis Olga Slatina di media sosial dari wilayah Sverdlovsk di Pegunungan Ural. Dispatcher mengabarkan bahwa bus tersebut tidak tersedia karena kekurangan pengemudi. Kondisi ini menggambarkan dampak nyata dari kekurangan tenaga kerja di wilayah tersebut.
Data Rosstat menunjukkan tingkat pengangguran mencapai rekor terendah 2,3%. Namun, ini mencerminkan kekurangan tenaga kerja yang lebih luas.
Di wilayah Sverdlovsk, terdapat lebih dari 54.000 lowongan pekerjaan, sementara hanya ada kurang dari 9.000 pencari kerja. Di distrik federal pusat Rusia, terdapat sembilan lowongan untuk setiap penganggur, menurut utusan khusus presiden Igor Shchegolev.
Industri Pertahanan
Peningkatan pesanan pertahanan telah menyedot tenaga kerja dari sektor sipil.
“Pabrik yang hampir mati kini kembali hidup karena banyak pesanan untuk keperluan militer,” ungkap seorang pekerja anonim di industri manufaktur, dilansir Reuters, Kamis (28/11/2024).
Banyak orang juga pindah ke zona ekonomi khusus seperti Alabuga di Tatarstan untuk merakit drone dengan gaji yang jauh lebih tinggi.
Mantan presiden Dmitry Medvedev menjanjikan peningkatan pekerjaan di pabrik-pabrik militer, termasuk produsen tank UralVagonZavod.
Namun, menurut profesor Natalia Zubarevich dari Universitas Negeri Moskow, gaji tinggi di industri pertahanan membuat sektor sipil sulit bersaing.
Dampak di Sektor Sipil
Sektor konstruksi menghadapi kenaikan harga dan penundaan proyek akibat kurangnya pekerja, kata Sergei Pakhomov, direktur Golos Group.
Menurut Menteri Pertanian Oksana Lut, di sektor pertanian, 200.000 pekerja meninggalkan pekerjaan mereka pada 2023, yang memengaruhi proses tanam dan panen.
Polisi juga menghadapi kekurangan tenaga kerja yang signifikan. Valentina Matvienko, ketua majelis tinggi parlemen Rusia, melaporkan bahwa jumlah posisi kosong di kementerian dalam negeri telah meningkat dua kali lipat dalam dua tahun terakhir.
Sementara itu, pemerintah mendorong digitalisasi, rekrutmen kelompok usia muda, pensiunan, dan penyandang disabilitas, serta pelonggaran aturan kerja lembur. Namun, pembatasan pekerja migran tetap menjadi kendala.
CEO Bank VTB, Andrey Kostin, menekankan pentingnya tenaga kerja migran untuk mendukung perekonomian Rusia.
Para ekonom memperkirakan kekurangan tenaga kerja akan terus memburuk, memperlambat pertumbuhan ekonomi dari 3,9% pada 2023 menjadi 2,5% pada 2024. Kekurangan dokter juga diprediksi meningkat hingga 40-45% dalam lima hingga tujuh tahun mendatang.
Wakil Perdana Menteri Dmitry Chernyshenko mengatakan bahwa Rusia membutuhkan tambahan 2,4 juta pekerja di berbagai sektor pada 2030.
“Kami belum tahu dari mana akan mendapatkan mereka,” ujarnya, menambahkan bahwa kecerdasan buatan menjadi salah satu solusi yang diharapkan.