Pak Jokowi Ini Darurat! PMI Manufaktur Kontraksi Lagi

Presiden Joko Wododo meresmikan fasilitas produksi rayon dan benang terintegrasi PT Asia Pacific Rayon (Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr)
Foto: Presiden Joko Wododo meresmikan fasilitas produksi rayon dan benang terintegrasi PT Asia Pacific Rayon (Biro Pers Sekretariat Presiden/Muchlis Jr)

Aktivitas manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi pada Agustus 2024. Kontraksi bahkan lebih dalam dibandingkan Juli 2024.

Data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Senin (2/9/2024) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia jatuh dan terkontraksi ke 48,9 pada Agustus 2024. Artinya, PMI Manufaktur Indonesia sudah mengalami kontraksi selama dua bulan beruntun yakni pada Juli (49,3) dan Agustus.

PMI juga terus memburuk dan turun selama lima bulan terakhir. PMI anjlok dari 54,2 pada Maret 2024 dan terus anjlok hingga Agustus 2024.

Kontraksi PMI dua bulan beruntun juga menjadi tren negatif setelah PMI Indonesia ada dalam fase ekspansif selama 34 bulan pada September 2021 hingga Juni 2024.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi atau berada di zona negatif.

Ambruknya PMI Manufaktur ini tentu memicu kekhawatiran karena manufaktur banyak menyumbang ekonomi dan menyerap tenaga kerja. Ambruknya manufkatur juga bisa mencoreng kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang turun jabatan Oktober mendatang.

PMI yang tercatat 49,3 pada Agustus 2024 adalah yang terendah sejak Agustus 2021 atau tiga tahun terakhir. Ini juga menjadi yang pertama PMI mengalami kontraksi dalam dua bulan beruntun setelah Juli-Agustus 2021.

S&P Global menjelaskan manufaktur Indonesia terkontraksi lebih lanjut karena menurunnya output dan pesanan baru dengan tingkat yang lebih tajam.

Perusahaan manufaktur Indonesia juga terus mengurangi jumlah tenaga kerja meski hanya marginal.

“”Penurunan dalam manufaktur Indonesia semakin intensif pada Agustus, yang ditandai dengan penurunan tajam dalam pesanan baru dan output untuk pertama kalinya dalam tiga tahun,” tutur Paul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, dikutip dari website resmi S&P Global.

“Tidak mengherankan, perusahaan merespons dengan mengurangi jumlah tenaga kerja, meskipun banyak yang menekankan bahwa ini bersifat sementara,” imbuhnya.

Dia menambahkan tantangan pengiriman global yang terus berlanjut, harga input masih meningkat pada tingkat yang tinggi meskipun inflasi melandai ke level terendah dalam sepuluh bulan pada Agustus

S&P menjelaskan perusahaan melaporkan permintaan pasar lebih lemah dibandingkan dengan Juli dan menjadi faktor utama yang mendorong anjloknya pesanan baru.

“Penurunan pesanan asing juga meningkat, mencapai tingkat terendah sejak Januari 2023. Selain permintaan ekspor yang lebih lemah secara umum, beberapa perusahaan melaporkan bahwa tantangan pengiriman global berdampak pada penjualan,” tulis S&P.

PHK Masih Terjadi

Tuurnnya produksi dan pesanan baru menyebabkan berkurangnya pekerjaan di pabrik manufaktur Indonesia. Secara keseluruhan, jumlah tenaga kerja turun dua bulan berturut-turut, meskipun hanya sedikit.

“Ada laporan mengenai tidak digantinya pekerja yang meninggalkan perusahaan atau pelaksanaan pemutusan hubungan kerja sementara karena turunnya penjualan dan produksi saat ini,” imbuh S&P.

Perusahaan juga bisa menangani beban kerja dengan leluasa karena produksi turun. Kondisi ini terlihat dari penurunan backlog pekerjaan untuk tiga bulan beruntun.

Perusahaan juga memilih untuk mengurangi aktivitas pembelian pada Agustus, dan lebih memilih memanfaatkan inventaris jika memungkinkan. Kondisi ini membuat stok input menurun untuk pertama kalinya dalam satu setengah tahun dan dalam tingkat terbesar sejak Agustus 2021.

Lemahnya penjualan menyebabkan stok barang jadi meningkat untuk dua bulan berturut-turut.
Tantangan dalam logistik pengiriman juga memengaruhi kinerja pemasok. Dengan kekurangan stok di vendor maka waktu tunggu rata-rata kemudian memanjang untuk bulan dua bulan berturut-turut dan mencapai tingkat tertinggi sejak Mei 2022.

“Kendala di sisi pasokan membantu menjelaskan mengapa harga bahan baku terus meningkat. Dengan faktor nilai tukar yang tidak menguntungkan yang mendorong naiknya harga barang impor, inflasi harga input secara keseluruhan tetap signifikan,” tulis S&P.

Perusahaan terus meningkatkan biaya produksi mereka secara moderat sehingga memperpanjang periode inflasi saat ini menjadi 14 bulan.

Kendati situasi memburuk, pengusaha masih melihat sisi positif dalam 12 bulan ke depan. Produsen tetap percaya bahwa produksi akan meningkat dari tingkat saat ini, meskipun pada tingkat yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan Juli.

Perusahaan berharap bahwa lingkungan ekonomi akan menjadi lebih stabil dan akan mengarah pada peningkatan produksi dan pesanan baru dalam satu tahun mendatang.

situs slot

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*