Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan, Wahyu Muryadi mengakui, penambangan dan pengerukan pasir yang dilakukan secara ilegal masih marak terjadi. Karena itu, ujarnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) aktif melakukan penindakan, tanpa membeda-bedakan pelakunya.
Praktik-praktik ilegal itu, kata dia, terjadi di titik-titik yang kemudian memicu kerusakan lingkungan, seperti di Pulau Rupat dan kepulauan di sekitar Batam.
“Nah akhirnya semua itu disegel oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP. Itu semua disegel Ditjen PSDKP, tidak boleh dimanfaatkan. ,” kata Wahyu saat ditemui di Jakarta, dikutip Senin (30/9/2024).
“Jadi justru kami ini sangat peduli dan tegas bertindak, tidak pandang bulu untuk kemudian menyegel siapapun yang melakukan penambangan pasir laut untuk kepentingan domestik maupun luar negeri. Jadi yang kita lakukan adalah memanfaatkan pasir dari hasil sedimentasinya,” tambahnya.
Hal itu disampaikan merespons kebijakan pemerintah yang kemudian mengizinkan ekspor pasir laut hasil sedimentasi.
Dia menjelaskan, yang saat ini dilakukan KKP bersamaan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan beserta Keputusan Menteri (Kepmen) Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2024 tentang Spesifikasi Pasir Hasil Sedimentasi Laut untuk Ekspor, adalah untuk mengelola dan pemanfaatan hasil sedimentasi laut.
“Apa yang dimanfaatkan? Yang dimanfaatkan tentu saja adalah pasir laut dari hasil sedimentasi tersebut. Karena di dalam sedimentasi itu, selain ada pasir laut, ada lumpur, terus kemudian ada mineral, dan bahan-bahan partikel yang lain. Nah, kalau ternyata bahan-bahan partikel yang lain itu ternyata ada mineral yang berharga, maka itu lain lagi hitungannya,” tukasnya.
Sedimentasi laut, terang Wahtu, merupakan konsekuensi logis dari pertemuan arus oseanografis yang kemudian menimbulkan satu endapan. Katanya, endapan atau limbah yang begitu tebal di sejumlah titik di laut perairan Indonesia itu memang harus dibersihkan, karena akan mengganggu ekosistem dan kesehatan laut.
“Itu akan mengganggu terumbu karang dan sebagainya. Inilah yang kami, (dalam hal ini) pemerintah wajib bersihkan. Jadi sedimentasinya dibersihkan dengan cara yang proper dan benar, serta tidak boleh merusak lingkungan,” ujar Wahyu.
Wahyu menekankan pengerukan hasil sedimentasi laut utamanya dimanfaatkan untuk kepentingan domestik atau dalam negeri.
“Karena kita tahu bahwa kebutuhan untuk mereklamasi, kebutuhan untuk membangun perusahaan-perusahaan pelabuhan itu yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun swasta itu banyak sekali,” lata Wahyu.
Karena kebutuhan reklamasi yang terbilang banyak itu, kata dia, membutuhkan bahan-bahan dari pengerukan hasil sedimentasi laut yang sudah mengganggu ekosistem laut.