Suku Bunga Turun Makin Dekat, Sektor & Emiten Ini Bakal

Ilustrasi Jerome Powell (CNBC Indonesia/ Edward Ricardo)

Pemangkasan suku bunga Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) sudah kian terang setelah inflasi semakin landai dan pasar tenaga kerja stabil.

Dari data tenaga kerja, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan klaim awal untuk tunjangan pengangguran mingguan untuk periode pekan yang berakhir 7 September 2024 naik 2.000 menjadi 230.000 yang disesuaikan secara musiman.

Sementara itu dari data inflasi, Indeks harga produsen (PPI) untuk permintaan akhir naik 0,2% pada Agustus, dibandingkan dengan estimasi pertumbuhan 0,1%. Angka inti, yang tidak memperhitungkan harga pangan dan energi yang fluktuatif, naik 0,3%, lebih tinggi dari perkiraan 0,2%.

Meski begitu, data inflasi konsumen atau indeks harga konsumen (CPI) AS periode Agustus yang rilis Rabu lalu menunjukkan hasil baik. Dalam basis tahunan tumbuh 2,5%, lebih baik dari ekspektasi yang berharap tumbuh 2,6% dari bulan sebelumnya 2,9%.

Laju inflasi yang secara keseluruhan telah melandai ini setidaknya meredakan kondisi pasar tenaga kerja yang mengecewakan pekan lalu dan ekspektasi pasar terhadap resesi ekonomi.

Mengutip Reuters, Peter Tuz, presiden Chase Investment Counsel di Charlottesville, Virginia menyatakan data pekan ini cukup meyakinkan untuk The Fed bisa pivot secara lebih konservatif.

“Data minggu ini cukup menegaskan bahwa kita tidak mungkin mengalami pendaratan keras dan bahwa kita sedang mengalami pendaratan lunak. Inflasi turun pada angka konsumen dan produsen,” ungkap Peter.
Ketika suku bunga AS nantinya dipangkas, hal ini akan membuat indeks dolar (DXY) kemudian melandai yang membuat mata uang Emerging Market, termasuk rupiah bisa kembali menguat.

Bagi Indonesia, ketika rupiah menguat aliran dana asing artinya kembali masuk ke RI. Bagi perusahaan yang melakukan impor, ketika rupiah menguat, beban perusahaan untuk ongkos impor bisa berkurang.

Beban yang berkurang tentu akan membuat kompensasi terhadap pendapatan menjadi lebih ringan, yang hasilnya bisa mendongkrak laba menguat.

Selain itu, jika ada perusahaan yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS, ketika rupiah menguat, beban bayar bunga utang akan berkurang karena mendapatkan selisih keuntungan dari kurs.

Berikut beberapa emiten yang potensi diuntungkan dari prospek pemangkasan suku bunga the Fed :

1. PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES)

Emiten retail PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) yang akan dapat berkah ketika the Fed memangkas suku bunga yang kemudian menjadi booster penguatan rupiah.

ACES merupakan perusahaan dengan penjualan utama di barang-barang kebutuhan rumah tangga dan gaya hidup. Untuk memasok persediaan barang tersebut, biasanya ACES melakukan impor.

Menurut laporan keuangan hingga separuh tahun ini, ACES mencatatkan beban pokok penjualan senilai Rp2,12 triliun. Dari nilai tersebut, persentase pembelian impir mencapai 80,32%.

2. Consumer Good Grup Salim

Emiten consumer good grup Salim, yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) juga terpantau bakal ketiban berkah.

Sebagai anak usaha, ICBP memiliki utang obligasi berdenominasi dolar AS cukup besar. Sampai dengan setengah tahun ini, utang dalam dolar AS mencapai Rp44,91 triliun, ini setara dengan 72,81% dari total liabilitas perusahaan senilai Rp61,68 triliun.

Berikutnya, INDF yang posisinya sebagai induk usaha dari ICBP tentu juga menanggung utang berdenominasi dolar AS tersebut. Pasalnya, kontribusi ICBP ke INDF sangat besar ke pendapatan, bisa lebih dari 70%.

Penguatan rupiah bagi ICBP dan INDF akan memberikan berkah lantaran ongkos bunga pinjaman akan lebih ringan, sehingga mereka akan dapat keuntungan dari selisih nilai kurs.

3. PT Modernland Realty Tbk (MDLN)

Selanjutnya ada emiten properti PT Modernland Realty Tbk (MDLN) yang potensi mendapatkan keringan beban bayar bunga utang dalam denominasi dolar AS>

Hingga akhir 2023, MDLN mencatat beban yang masih harus dibayar dalam dolar AS mencapai sekitar Rp30 miliar. Utang perusahaan dalam dolar AS juga cukup besar mencapai US$ 375,50 juta atau setara Rp5,78 triliun (Asumsi kurs Rp15.416/US$)

4. PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI)

Masih dari sektor properti, ada emiten PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) yang memiliki utang obligasi dalam dolar AS sebanyak Rp3,49 triliun. Nilai ini mewakili lebih dari 30% dari total liabilitas sebesar Rp10,96 triliun pada akhir 2023.

5. Emiten di Sektor Farmasi

Selanjutnya ada sektor farmasi lantaran dominasi impor bahan baku masih mencapai 90%. Pada 2023, nilai ekspor produk industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional Indonesia meningkat 8,78% dibandingkan 2022.

Beberapa emiten farmasi diantaranya seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Pyridam Farma Tbk (PYFA), PT Kimia Farma TBk (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF), dan lain-lain.

6. Emiten di Sektor Perbankan

Sektor perbankan, terutama di kategori KBMI I dan II potensi akan mendapatkan gairah lagi dari prospek pemangkasan suku bunga the Fed.

Pasalnya, pemangkasan suku bunga The Fed akan memberi ruang Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga rate nya (BI rate). Kondisi ini diharapkan bisa menurunkan suku bunga pinjaman dalam negeri.

Bunga pinjaman yang melandai tidak hanya akan mengurangi beban bunga pinjaman tetapi bisa menggiatkan kembali sektor kredit dan meningkatkan permintaan.

7. Emiten di Sektor Teknologi

Terakhir, emiten di sektor teknologi juga potensi mendapatkan keuntungan lantaran inflow akan berbalik kembali ke Tanah Air, sehingga likuiditas akan mengalir kembali ke investasi yang bisa digenjot untuk ekspansi bisnis.

Beban utang perusahaan di sektor teknologi juga potensi bisa berkurang yang bisa mendorong percepatan mencapai profitabilitas positif.

kadobet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*